KAJIAN ABU TAKERU : KITAB AL KABAIR (Part 57 : The End of 1500)
Hari/Tanggal : Jum'at, 8 Rabiuts Tsani 1438 H/6 Januari 2017
Tempat : Masjid Al Asy'ari Unisba
Pemateri : Ustadz Abu Takeru
Resume Oleh :
(1) Naufal Syahrial Hidayat (Agroteknologi 2016)
(2) Fandy Arief Nasher (Ekonomi Islam 2016)
(3) Moch Rizqi Hijriah (Ilmu Sejarah 2016)
***
[Muqodimah]
Mungkin yang hadir disini ada yang sakit, tidak punya ongkos ataupun tidak diizinkan orang tua karena tidak ada siapa-siapa dirumah, tetapi ada kabar gembira dari Allah, bagi kita semua yang sudah berniat untuk memperbaiki diri :
اَلَّذِيْنَ يَحْمِلُوْنَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهٗ يُسَبِّحُوْنَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُوْنَ بِهٖ وَيَسْتَغْفِرُوْنَ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۚ رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَّعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِيْنَ تَابُوْا وَاتَّبَعُوْا سَبِيْلَكَ وَقِهِمْ
عَذَابَ الْجَحِيْمِ
"(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan (malaikat) yang berada di sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada pada-Mu meliputi segala sesuatu maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan (agama)-Mu dan peliharalah mereka dari azab neraka."
(QS. Ghafir: Ayat 7)
(QS. Ghafir: Ayat 7)
رَبَّنَا وَاَدْخِلْهُمْ جَنّٰتِ عَدْنِ اۨلَّتِيْ وَعَدْتَّهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ اٰبَآئِهِمْ وَاَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيّٰتِهِمْ ؕ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
"Ya Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam Surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka, dan orang yang saleh di antara nenek moyang mereka, istri-istri, dan keturunan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana,"
(QS. Ghafir: Ayat 8)
وَقِهِمُ السَّيِّاٰتِ ؕ وَمَنْ تَقِ السَّيِّاٰتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهٗ ؕ وَذٰ
لِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
"dan peliharalah mereka dari (bencana) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (bencana) kejahatan pada hari itu, maka sungguh, Engkau telah menganugerahkan rahmat kepadanya dan demikian itulah kemenangan yang agung.""
(QS. Ghafir: Ayat 9)
Malaikat pemikul 'Arsy ada 8. 'Arsy adalah makhluk Allah terbesar. Jarak dari daun telinga sampai pundaknya adalah 700 tahun perjalanan. Untuk kita yang mempunyai keinginan untuk memperbaiki dirinya, bergembiralah karena malaikat-malaikat pemikul 'Arsy senantiasa mendo'akan ampunan bagi kita.
Maka semua yang ada disini yang ingin memperbaiki dirinya, semoga malaikat mendo'akan kebaikan.
Kita ini bukanlah orang yang bebas dari dosa, tapi dengan hadir di kajian ini kita berharap agar dosa-dosa kita bisa diampuni.
Hadist Qudsi :
Bangkitlah dan kondisi bebas dari dosa
***
Segala sesuatu yang menuntun kita ke surga maupun menjauhkan kita dari neraka telah disampaikan. Nabi ﷺ bersabda,
مابقي شيء يقرب منْ الْجَنَّة ويباعد منْ النَّار إلا وقد بين لكم
“Tidak tersisa suatu (amalan) pun yang dapat mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali sudah dijelaskan semuanya kepada kalian.” (HR. Thobroni dalam Al Mu’jamul Kabir 1647, dishohihkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi dalam Ilmu Ushulil Bida’ hal. 19)
Oleh karena itu, dalam memahami hadist ummat islam berumur 1500 tahun, kita perlu memahami terlebih dahulu kaidah yang diambil dari hadist diatas
Masalah yang sedang booming tentang umur umat islam. Maka disini kita akan paparkan pendapat-pendapat.
Tidak ada perkara penting yang belum disampaikan, melainkan hal yang penting sudah semua disampaikan.
Apa yang tertera di dalam Al-Quran maupun Hadist pasti merupakan perkara yang penting. Sebaliknya, apa yang tidak tertera di dalam Al-Quran maupun hadist, pasti merupakan perkara yang tidak penting. Contoh, Kejadian anak Nabi Adam membunuh saudaranya tertera dalam Al-Quran. Namun, apakah nama mereka disebutkan? Itulah cara kita mendeteksi mana perkara yang penting dan mana perkara yang tidak penting.
Semua segala hal yang penting dalam Al-Quran dan Hadist pasti disampaikan dan detail, jika hal yang tidak disampaikan berarti tidak penting. Sama halnya dengan penyampaian tentang masa depan dari Nabi Muhammadﷺ, beliau bersabda :
Tidak akan terjadi kiamat jika api di tanah keluar api dari tanah hijaz sampai menerangi punuk-punuk unta di Basra. (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada hadist ini, beliau tidak menyampaikan kapan terjadinya. Ketika mendengar hadist-hadist tentang akhir zaman maka kita tidak boleh mencocokkan hadist dengan kejadian yang dialami pada zaman sekarang, kecuali memang sudah ada ulama besar yang memaparkan pendapat tentang kejadian tersebut.
Nabi Muhammad ﷺ, tidak meninggalkan perkara yang penting yang belum disampaikannya.
***
Abdurrahim Green adalah seorang pendakwah yang mendapat Hidayah dari Allah karena beliau sebelumnya bukan islam, juga ada materi ceramah yang sangat masyhur yaitu "Journey to Hereafter" dan pernah berbicara bahwa tidak ada deskripsi tentang surga yang lebih jelas kecuali deskripsi dalam Al-Quran.
Dalam hal ini, terdapat contoh bagaimana allah menjelaskan suatu perkara dengan detail seperti surat al-Waqiah Allah berfirman :
أُ عَلَيْهَا مُتَقَابِلِينَ (١٦) يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ (١٧) بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ (١٨) لا يُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلا يُنْزِفُونَ (١٩) وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ (٢٠) وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ (٢١) وَحُورٌ عِينٌ (٢٢) كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ (٢٣) جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٢٤) لا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا تَأْثِيمًا (٢٥) إِلا قِيلا سَلامًا سَلامًا (٢٦)
15. Mereka berada di atas dipan-dipan yang bertahtakan emas dan permata,
16. mereka bersandar di atasnya berhadap-hadapan,
17. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,
18. dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman (arak) yang diambil dari air yang mengalir,
19. mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,
20. dan buah-buahan apa pun yang mereka pilih,
21. dan daging burung apa pun yang mereka inginkan,
22. dan ada bidadari-bidadari yang bermata indah,
23. laksana mutiara yang tersimpan baik,
24. Sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan,
25. Di sana mereka tidak mendengar percakapan yang sia-sia maupun yang menimbulkan dosa,
19. mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,
20. dan buah-buahan apa pun yang mereka pilih,
21. dan daging burung apa pun yang mereka inginkan,
22. dan ada bidadari-bidadari yang bermata indah,
23. laksana mutiara yang tersimpan baik,
24. Sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan,
25. Di sana mereka tidak mendengar percakapan yang sia-sia maupun yang menimbulkan dosa,
26. tetapi mereka mendengar ucapan salam.
Hadist riwayat Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu 'anhu : Dari Nabi Muhammad ﷺ beliau bersabda :
Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebatang pohon dimana jika seseorang menunggang kuda terlatih yang berlarinya selama seratus tahun tidak dapat menempuh luas bayangannya. (HR. Muslim No.5056)
***
Deskripsi tentang Neraka, Allah berfirman :
Allah SWT berfirman:
وَلَهُمْ مَّقَامِعُ مِنْ حَدِيْدٍ
"Dan (azab) untuk mereka cambuk-cambuk dari besi."
(QS. Al-Hajj: Ayat 21)
وَلَهُمْ مَّقَامِعُ مِنْ حَدِيْدٍ
"Dan (azab) untuk mereka cambuk-cambuk dari besi."
(QS. Al-Hajj: Ayat 21)
وَقَالَ الَّذِيْنَ فِى النَّارِ لِخَزَنَةِ جَهَنَّمَ ادْعُوْا رَبَّكُمْ يُخَفِّفْ عَنَّا يَوْمًا مِّنَ الْعَذَابِ
قَالُوْۤا اَوَلَمْ تَكُ تَأْتِيْكُمْ رُسُلُكُمْ بِالْبَيِّنٰتِ ؕ قَالُوْا بَلٰى ؕ قَالُوْا فَادْعُوْا ۚ وَمَا دُعٰٓـؤُا الْكٰفِرِيْنَ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ
"Dan orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga-penjaga Neraka Jahanam, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu agar Dia meringankan azab atas kami sehari saja."Maka (penjaga-penjaga Jahanam) berkata, "Apakah rasul-rasul belum datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata?" Mereka menjawab, "Benar, sudah datang." (Penjaga-penjaga Jahanam) berkata, "Berdoalah kamu (sendiri!)" Namun, doa orang-orang kafir itu sia-sia belaka."
(QS. Ghafir: Ayat 49-50)
[sabda nabi]
Akan ada ular yang mengigit kita dan kita akan merasakan kulit terbakar selama 40 Tahun.
Pasti semua hal yang paling penting telah disampaikan Allah dan Nabi Muhammad ﷺ, terutama tentang dalil mengenai Hari akhir, maka sudahlah semua disampaikan.
Selanjutnya apakah ada hadist yang menyatakan bahwa umur Umat muslim 1500 Tahun(?)
[Intermezzo]
Kisah Tamim Ad-Dari tentang pertemuannya dengan Dajjal. Dijelaskan secara detail tentang Dajjal melalui pertemuan Tamim Ad-Dari dengan Dajjal. Namun beliau ﷺ tidak memberikan detail tentang dimana biaranya. Apa itu artinya? Biaranya itu ada dimana, itu tidak penting. Contoh, Dajjal mandul. Kita penting mengetahui itu, karena berarti dajjal adalah manusia (salah satu hikmahnya). Namun kenapa dia bisa mandul? Itu tidak penting. Karena tidak disampaikan oleh Rasulullah ﷺ. Begitupun tentang perkara-perkara yang lainnya. Contohnya, ketika sahabat bertanya "Kapan terjadinya Kiamat ya Rasul?" Nabi ﷺ hanya menjawab "Apa yang telah engkau persiapkan?". Itu artinya, membahas tentang kiamat itu penting, detail-detailnya itu penting. Namun kapan terjadinya? itu tidak penting. Karena tidak disampaikan oleh Rasul ﷺ.
***
Beredar suatu pemahaman tentang umat islam yang umurnya tidak lebih dari 1500 tahun.
Apa yang dimaksud dengan umur umat islam(?)
Jika kita berbicara tentang umur umat islam maka itu rentang waktunya dari saat Rasulullah ﷺ diutus hingga angin yang berhembus dan mematikan semua kaum muslimin.
***
Tidak ada satupun dalil yang menyatakan tegas mengenai umur umat islam "1500 tahun".
Jika kita mau beragama maka kita harus berpegang dengan Al-Quran dan As-sunnah dengan berlandaskan pemahaman para salafus shalih. Karena para salafush shalih atau pemahaman para generasi terbaik umat islam, lebih dekat dengan Nabi Muhammad.
Jika kita memahami atau meyakini bahwa umur umat islam "1500 Tahun" maka kita akan jatuh ke dalam dosa besar, yaitu berdusta atas Nama Allah dan Nabi Muhammad ﷺ atau juga terjerumus kedalam dosa "Tathoyur" hubungan sebab-akibat yang tidak berlandaskan dalil, dan masuknya kepada dosa Syirik.
[Contoh]
Jika terjadi gempa saat pukul 22.01, lalu kota hubung-hubungkan dengan Ayat yang ada dalam Al-Quran, Surat 22 ayat 1. Allah berfirman,
يٰۤـاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمْ ۚ اِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيْمٌ
"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar."
(QS. Al-Hajj: Ayat 1)
"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar."
(QS. Al-Hajj: Ayat 1)
Dari peristiwa di atas kita dapat simpulkan, tidak boleh menghubung-hubungkan sesuatu kejadian dengan Ayat Al-Quran, karena ini "Tathoyur", juga para sahabat tidak pernah melakukan hal tersebut, atau juga dikenal sebagai "Cocoklogi".
[Contoh Kejadian]
Saat 4 November, Bulan 11 tahun 2016. Itu dijumlahkan menjadi 4+11+20+16 = 51. Berarti pas dengan surat Al-maidah ayat 51, atau yang lebih parah mencocokkan Lafadz Allah dengan angka 411.
Tidak ada suatu hadist yang "me-refer" ke penanggalan masehi.
Ini tidak boleh dilakukan:
1. Tidak pernah dicontohkan oleh Nabi ﷺ dan para sahabat.
1. Tidak pernah dicontohkan oleh Nabi ﷺ dan para sahabat.
2. Pada asalnya, Ayat Al-Quran itu turun tidak berurutan, namun setelah wahyu selesai turun, Ayat Al-Quran itu susunannya ditentukan oleh Allah ﷻ. Ayat Al-Quran harus dibaca berurutan. Lalu, nomor surat (Urutan Al-Fatihah sampai An-Nas) itu adalah Ijtihad yang dilakukan oleh 'Utsman bin Affan رضي الله عنه
Kita harus toleransi terhadap agama lain. Contohnya, borobudur adalah tempat ibadahnya agama lain. Kita berlepas diri terhadap mereka. Maka kita tidak bisa menggunakan nomor-nomor ayat Al-Quran dan mencocok-cocokkannya dengan candi borobudur. Sehingga mengklaim Borobudur itu dari Islam, ini tidak benar. Berbahaya sekali pemahaman seperti ini.
***
[Pembahasan Materi Inti]
Dalil-dalil yang dipakai untuk menyatakan "umur umat islam 1500" tahun :
1. Menyampaikan bahwa hadist ini dhaif, tapi beliau menyampaikan bahwa hadist ini banyak jalan-jalannya sehingga hadist ini menjadi Shahih lī ghairih. Yaitu Nabi Muhammad ﷺ
Umur umat ini adalah seperti sehari dan setengah hari, dan Allah bersabda dalam As-sajdah.
2. Menyampaikan hadist shohih bukhari.
Beliau bersabda :
Dalam Shahih–nya, Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu. Terjemahan bebas hadits ini ialah: “Perumpamaan eksistensi kalian (umat Islam) dibanding umat-umat sebelum kalian ialah seperti waktu antara salat asar hingga tenggelam matahari. Ahli Taurat (Yahudi) diberi kitab Taurat, lalu beramal sehingga tatkala mencapai tengah hari (zuhur) mereka tak sanggup lagi beramal, lalu diberi pahala seqirat-seqirat. Kemudian ahli Injil (Nasrani) diberi Injil, lalu beramal hingga masuk waktu salat asar, lalu tidak sanggup melanjutkan, lalu diberi pahala seqirat-seqirat. Kemudian kita diberi Al–Qur’an, dan kita beramal (dari asar) hingga tenggelam matahari, dan kita diberi pahala dua qirat-dua qirat. Maka, kedua ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) bertanya, ‘Wahai Rabb kami, (mengapa) Engkau beri mereka (muslimin) pahala dua qirat, dan kami (hanya) satu qirat, padahal kami lebih banyak amalnya?’ ‘Apakah Aku mengurangi pahala (yang kujanjikan) bagi kalian?’ tanya Allah. ‘Tidak,’ jawab mereka. ‘Itulah keutamaan yang kuberikan kepada siapa yang kukehendaki,’ jawab Allah”.
Dalam hadits lainnya, Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Musa Al–Asy’ari, bahwa Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Perumpamaan kaum muslimin, Yahudi, dan Nasrani ialah seperti seseorang yang menyewa suatu kaum agar bekerja hingga malam. Maka kaum tersebut bekerja hingga tengah hari dan mengatakan, ‘Kami tak butuh kepada upahmu.’ Lalu, orang tersebut mengupah kaum lainnya dan berkata, ‘Lanjutkanlah waktu yang tersisa dari hari ini dan kalian akan mendapat upah yang kusyaratkan.’ Maka, mereka pun bekerja hingga tiba waktu salat asar dan berkata, ‘Jerih payah kami untukmu (tidak minta upah).’ Kemudian, orang tersebut menyewa kaum lainnya dan kaum tersebut bekerja mengisi sisa waktu hari itu hingga tenggelam matahari dan mereka mendapat upah sebanyak upah kedua kaum sebelumnya.”
(Artinya, walau tempo kerja mereka paling singkat, namun upahnya setara dengan upah yang disyaratkan bagi kedua kaum sebelum mereka, yang bekerja dari pagi hingga sore.)
Dalam syarahnya yang berjudul Fathul Baari (jilid 4 hal 566 cet. Daarul Kutub Al–Ilmiyyah), Ibnu Hajar mengatakan sebagai berikut yang artinya: “Hadits ini dijadikan dalil bahwa eksistensi umat ini mencapai lebih dari seribu tahun, sebab konsekuensi dari hadits ini ialah bahwa eksistensi Yahudi setara dengan gabungan eksistensi (umur) Nasrani dan muslimin. Sedangkan ahli sejarah telah sepakat bahwa tenggang waktu yang dilalui umat Yahudi hingga diutusnya Nabi adalah lebih dari 2000 tahun, sedangkan tempo yang dilalui Nasrani hingga diutusnya Nabi adalah 600 tahun, dan ada pula yang mengatakan kurang dari itu, sehingga tempo yang akan dilalui kaum muslimin pasti lebih dari seribu tahun.”
(Ini berarti bahwa Ibn Hajar sekadar menukil pendapat sebagian kalangan dalam menafsirkan hadits tersebut tanpa menyebut siapa orang yang berpendapat. Dengan kata lain, ini pendapat yang bersumber dari orang misterius yang agaknya bukan tergolong ulama panutan. Andai saja orangnya tergolong ulama panutan, pastilah namanya layak untuk disebutkan. Jadi, Ibnu Hajar sendiri sama sekali tidak bisa dianggap menyetujui pendapat tersebut karena beliau sendiri menukilnya dengan shighat mabni lil majhul, yang identik dengan shighat tamridh, dan shighat tamridh mengesankan lemahnya pendapat yang dinukil.)
Ibnu Hajar juga mengatakan sebelumnya sebagai berikut: “Hadits ini juga mengandung isyarat akan singkatnya umur dunia yang tersisa. Jadi, kalkulasi umur umat Islam sama dengan umur Yahudi dikurangi umur Nasrani, alias 2000 lebih sedikit dikurangi 600 tahun, yakni 1400 tahun lebih sedikit.”
Sementara itu, As–Suyuti dalam kitab (الكشف عن مجاوزة هذه الأمة الألف) mengatakan: “Berdasarkan sejumlah riwayat (atsar), umur umat ini (islam) adalah lebih dari seribu tahun, namun lebihnya tidak mungkin lebih dari 500 tahun (al Kasyf hal 206). Artinya, maksimal umur umat ini adalah 1500 tahun.”
Dari kedua pendapat inilah lantas disimpulkan bahwa umur umat Islam berkisar antara 1400-1500tahun, sedangkan kita saat ini berada pada tahun 1437 H. Sebagaimana dimaklumi, bila ditambahkan 13 tahun (periode prahijrah sejak masa kenabian Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam), berarti umur umat Islam saat ini adalah 1450 tahun. Artinya, tempo yang tersisa sehingga umat ini punah ialah 50 tahun saja. Dan bila kita tinjau dari hadits shahih tentang turunnya Isa Al-Masih di akhir zaman menjelang kiamat, kita dapatkan bahwa Isa Al-Masih akan hidup selama 40 tahun di bumi sebelum akhirnya wafat dan disalatkan oleh kaum Muslimin (berdasarkan H.R. Abu Dawud, disahihkan oleh Al-Albani). “Artinya, turunnya Isa Al-Masih tinggal kurang dari 10 tahun lagi dari sekarang! Dan turunnya Isa Al-Masih merupakan salah satu tanda besar hari kiamat!” demikianlah menurut pendapat yang meyakini kalkulasi tersebut.
[Koreksi Atas Kalkulasi Di Atas]
(Artinya, walau tempo kerja mereka paling singkat, namun upahnya setara dengan upah yang disyaratkan bagi kedua kaum sebelum mereka, yang bekerja dari pagi hingga sore.)
Dalam syarahnya yang berjudul Fathul Baari (jilid 4 hal 566 cet. Daarul Kutub Al–Ilmiyyah), Ibnu Hajar mengatakan sebagai berikut yang artinya: “Hadits ini dijadikan dalil bahwa eksistensi umat ini mencapai lebih dari seribu tahun, sebab konsekuensi dari hadits ini ialah bahwa eksistensi Yahudi setara dengan gabungan eksistensi (umur) Nasrani dan muslimin. Sedangkan ahli sejarah telah sepakat bahwa tenggang waktu yang dilalui umat Yahudi hingga diutusnya Nabi adalah lebih dari 2000 tahun, sedangkan tempo yang dilalui Nasrani hingga diutusnya Nabi adalah 600 tahun, dan ada pula yang mengatakan kurang dari itu, sehingga tempo yang akan dilalui kaum muslimin pasti lebih dari seribu tahun.”
(Ini berarti bahwa Ibn Hajar sekadar menukil pendapat sebagian kalangan dalam menafsirkan hadits tersebut tanpa menyebut siapa orang yang berpendapat. Dengan kata lain, ini pendapat yang bersumber dari orang misterius yang agaknya bukan tergolong ulama panutan. Andai saja orangnya tergolong ulama panutan, pastilah namanya layak untuk disebutkan. Jadi, Ibnu Hajar sendiri sama sekali tidak bisa dianggap menyetujui pendapat tersebut karena beliau sendiri menukilnya dengan shighat mabni lil majhul, yang identik dengan shighat tamridh, dan shighat tamridh mengesankan lemahnya pendapat yang dinukil.)
Ibnu Hajar juga mengatakan sebelumnya sebagai berikut: “Hadits ini juga mengandung isyarat akan singkatnya umur dunia yang tersisa. Jadi, kalkulasi umur umat Islam sama dengan umur Yahudi dikurangi umur Nasrani, alias 2000 lebih sedikit dikurangi 600 tahun, yakni 1400 tahun lebih sedikit.”
Sementara itu, As–Suyuti dalam kitab (الكشف عن مجاوزة هذه الأمة الألف) mengatakan: “Berdasarkan sejumlah riwayat (atsar), umur umat ini (islam) adalah lebih dari seribu tahun, namun lebihnya tidak mungkin lebih dari 500 tahun (al Kasyf hal 206). Artinya, maksimal umur umat ini adalah 1500 tahun.”
Dari kedua pendapat inilah lantas disimpulkan bahwa umur umat Islam berkisar antara 1400-1500tahun, sedangkan kita saat ini berada pada tahun 1437 H. Sebagaimana dimaklumi, bila ditambahkan 13 tahun (periode prahijrah sejak masa kenabian Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam), berarti umur umat Islam saat ini adalah 1450 tahun. Artinya, tempo yang tersisa sehingga umat ini punah ialah 50 tahun saja. Dan bila kita tinjau dari hadits shahih tentang turunnya Isa Al-Masih di akhir zaman menjelang kiamat, kita dapatkan bahwa Isa Al-Masih akan hidup selama 40 tahun di bumi sebelum akhirnya wafat dan disalatkan oleh kaum Muslimin (berdasarkan H.R. Abu Dawud, disahihkan oleh Al-Albani). “Artinya, turunnya Isa Al-Masih tinggal kurang dari 10 tahun lagi dari sekarang! Dan turunnya Isa Al-Masih merupakan salah satu tanda besar hari kiamat!” demikianlah menurut pendapat yang meyakini kalkulasi tersebut.
[Koreksi Atas Kalkulasi Di Atas]
Perlu diketahui, bahwa kedua hadits dalam Shahih Bukhari di atas, bukanlah dalam konteks menjelaskan umur umat Islam, melainkan sekadar membuat perumpamaan. Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali (wafat 795 H): “Hadits ini disampaikan oleh Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam sekedar sebagai perumpamaan, dan perumpamaan itu cenderung bersifat longgar.” (Fathul Baari 4/341)
Sementara itu, Imamul Haramain (wafat 478 H) mengatakan: “Hukum-hukum agama tidak boleh diambil dari hadits-hadits yang disampaikan dalam bentuk perumpamaan.” (Fathul Baari 2/50).
Jadi, sabda Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam bahwa, “Perumpamaan eksistensi kalian (umat Islam) dibanding umat-umat sebelum kalian…” jelas dalam rangka membuat perumpamaan karena menggunakan harf tasybih (“kaaf”). Ini bisa dilihat kembali dalam lanjutan hadits tersebut (كما بين صلاة العصر إلى غروب الشمس) yang diterjemahkan sebagai “seperti waktu antara salat asar hingga tenggelam matahari”.
Perhatikan satu contoh ketika dikatakan (كاألسد زيد) “Zaid seperti singa”, artinya bukan berarti sama persis seperti singa, melainkan ada salah satu sifat khas singa yang dimiliki Zaid, yaitu pemberani. Dan berdasar kaidah dalam metode penyerupaan, yang diserupakan tidak harus sama dengan contohnya, kata benda yang terletak sebelum kata “seperti” tidak harus sama persis dengan yang terletak setelahnya. Ibnu Hajar mengatakan, “Penyerupaan dan permisalan tidak harus berarti menyamakan dari semua sisi” (Fathul Baari, 2/50).
Dengan demikian, ketika Nabi menyerupakan eksistensi kita dibanding umat-umat sebelumnya ialah seperti tempo antara masuknya waktu asar hingga terbenam matahari, maka ini sekedar permisalan dengan maksud mubaalaghah (majas hiperbola) dalam menjelaskan dekatnya terjadinya hari kiamat. Dan hal ini bukan berarti bahwa eksistensi umat akan sesingkat itu. Dari sini, jelaslah bahwa Nabi tidak sedang menjelaskan umur umat Islam dalam hadits tersebut, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian kalangan.
Dan sanggahan pertama atas syubhat ini ialah bahwa yang disebutkan dalam hadits itu sekadar perumpamaan yang bersifat longgar dan tidak bisa menjadi sumber hukum (hujjah) dalam masalah fikih. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh sejumlah ulama seperti Imamul Haramain, Ibnu Rajab dan Ibnu Hajar.
Oleh karenanya, dalam syarahnya Ibnu Hajar mengatakan, “Mereka yang lebih banyak amalnya (Yahudi dan Nasrani) tidak harus berarti lebih lama eksistensinya karena ada kemungkinan bahwa beramal di masa mereka lebih berat sehingga pahalanya otomatis lebih besar. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah yang artinya, ‘Wahai Rabb kami, janganlah Kaubebankan kepada kami beban yang berat, sebagaimana yang telah Kau bebankan kepada orang-orang sebelum kami’.”
Alasan lain yang menguatkan bahwa yang dimaksud oleh hadits ini ialah sebatas banyak sedikitnya amal tanpa dikaitkan dengan panjang pendeknya tempo masing-masing umat adalah bahwa mayoritas ahli sejarah menyebutkan selang waktu antara Nabi Isa ‘alaihissalaam dengan Nabi kita shallallaahu’alaihi wa sallam adalah 600 tahun, dan ini merupakan pendapat Salman Al Farisi yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari. Meski demikian, ada pula yang berpendapat bahwa temponya kurang dari itu, sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa selang waktunya hanya 125 tahun!
Padahal, kita menyaksikan bahwa selang waktu yang telah dilalui oleh umat Islam sejauh ini adalah lebih dari 600 tahun (Dengan mengingat bahwa Ibnu Hajar hidup antara tahun 773-852 H, yang berarti bahwa ketika beliau menuliskan kata-kata tersebut, umat Islam telah berumur lebih dari 800 tahun sejak diutusnya Rasulullah shallallaahu‘alaihi wa sallam.).
Dengan demikain, bila kita berpegang pada pendapat bahwa yang dimaksud adalah perumpamaan panjang pendeknya tempo masing-masing umat (alias bukan banyak sedikitnya amal mereka), maka konsekuensinya waktu asar harus lebih panjang daripada waktu zuhur, padahal tidak ada seorang alim pun yang berpendapat demikian. Ini berarti bahwa yang dimaksud lewat perumpamaan tersebut sebenarnya ialah banyak-sedikitnya amalan. Wallaahu Ta’ala a’lam. (Fathul Baari, Ibnu Hajar, 2/50-51, cet. Daarul Kutub Al-Ilmiyyah).
Perhatikan satu contoh ketika dikatakan (كاألسد زيد) “Zaid seperti singa”, artinya bukan berarti sama persis seperti singa, melainkan ada salah satu sifat khas singa yang dimiliki Zaid, yaitu pemberani. Dan berdasar kaidah dalam metode penyerupaan, yang diserupakan tidak harus sama dengan contohnya, kata benda yang terletak sebelum kata “seperti” tidak harus sama persis dengan yang terletak setelahnya. Ibnu Hajar mengatakan, “Penyerupaan dan permisalan tidak harus berarti menyamakan dari semua sisi” (Fathul Baari, 2/50).
Dengan demikian, ketika Nabi menyerupakan eksistensi kita dibanding umat-umat sebelumnya ialah seperti tempo antara masuknya waktu asar hingga terbenam matahari, maka ini sekedar permisalan dengan maksud mubaalaghah (majas hiperbola) dalam menjelaskan dekatnya terjadinya hari kiamat. Dan hal ini bukan berarti bahwa eksistensi umat akan sesingkat itu. Dari sini, jelaslah bahwa Nabi tidak sedang menjelaskan umur umat Islam dalam hadits tersebut, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian kalangan.
Dan sanggahan pertama atas syubhat ini ialah bahwa yang disebutkan dalam hadits itu sekadar perumpamaan yang bersifat longgar dan tidak bisa menjadi sumber hukum (hujjah) dalam masalah fikih. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh sejumlah ulama seperti Imamul Haramain, Ibnu Rajab dan Ibnu Hajar.
Oleh karenanya, dalam syarahnya Ibnu Hajar mengatakan, “Mereka yang lebih banyak amalnya (Yahudi dan Nasrani) tidak harus berarti lebih lama eksistensinya karena ada kemungkinan bahwa beramal di masa mereka lebih berat sehingga pahalanya otomatis lebih besar. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah yang artinya, ‘Wahai Rabb kami, janganlah Kaubebankan kepada kami beban yang berat, sebagaimana yang telah Kau bebankan kepada orang-orang sebelum kami’.”
Alasan lain yang menguatkan bahwa yang dimaksud oleh hadits ini ialah sebatas banyak sedikitnya amal tanpa dikaitkan dengan panjang pendeknya tempo masing-masing umat adalah bahwa mayoritas ahli sejarah menyebutkan selang waktu antara Nabi Isa ‘alaihissalaam dengan Nabi kita shallallaahu’alaihi wa sallam adalah 600 tahun, dan ini merupakan pendapat Salman Al Farisi yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari. Meski demikian, ada pula yang berpendapat bahwa temponya kurang dari itu, sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa selang waktunya hanya 125 tahun!
Padahal, kita menyaksikan bahwa selang waktu yang telah dilalui oleh umat Islam sejauh ini adalah lebih dari 600 tahun (Dengan mengingat bahwa Ibnu Hajar hidup antara tahun 773-852 H, yang berarti bahwa ketika beliau menuliskan kata-kata tersebut, umat Islam telah berumur lebih dari 800 tahun sejak diutusnya Rasulullah shallallaahu‘alaihi wa sallam.).
Dengan demikain, bila kita berpegang pada pendapat bahwa yang dimaksud adalah perumpamaan panjang pendeknya tempo masing-masing umat (alias bukan banyak sedikitnya amal mereka), maka konsekuensinya waktu asar harus lebih panjang daripada waktu zuhur, padahal tidak ada seorang alim pun yang berpendapat demikian. Ini berarti bahwa yang dimaksud lewat perumpamaan tersebut sebenarnya ialah banyak-sedikitnya amalan. Wallaahu Ta’ala a’lam. (Fathul Baari, Ibnu Hajar, 2/50-51, cet. Daarul Kutub Al-Ilmiyyah).
Ibnu Rojab mengatakan, “Menentukan sisa waktu (umur) dunia dengan bersandar kepada hadits-hadits seperti ini adalah sesuatu yang tidak dibenarkan karena hanya Allah-lah yang mengetahui kapan terjadinya kiamat, dan tidak seorang pun yang diberitahu tentang waktunya. Oleh karenanya, Nabi ketika ditanya tentang kapan terjadinya kiamat telah menjawab, ‘Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya’.” Jadi, maksud dari perumpamaan Nabi dalam hadits ini ialah sekedar mendekatkan waktu terjadinya hari kiamat, tanpa menentukan waktunya. (Fathul Baari, Ibnu Rajab, 4/338).
Barakallahu fiikum
#ResumeKajian
Komentar
Posting Komentar